Technology

Pages

Sabtu, Agustus 23, 2014

Kiat Sukses Jadi Mahasiswa Baru

Selamat! Buat kalian yang sudah masuk dan menjadi Mahasiswa Baru FBS UNJ. Setelah tiga tahun menjalani hari di masa SMA, teman-teman akhirnya dituntut untuk lebih dewasa dan peka terhadap kondisi sekarang. Nggak boleh lagi 4LaY (lha, sendirinya alay), nggak boleh manja, nggak boleh kebanyakan main, nggak boleh jajan sembarangan (ngaco, maaf). Yang penting sih harus sadar dengan kata "maha" di depan kata "siswa" yang sekarang teman-teman sandang.

Okeh, menjadi maba susah-susah gampang tapi asyik lho. Banyak hal baru yang bisa teman-teman dapat dan banyak hal yang peru dipersiapkan untuk berhasil. Mumpung masih diawal. Inget, kalau sudah semester empat seperti saya atau diatas saya, teman-teman bakal banyak penyesalan mengapa waktu jadi maba nggak bikin target dan persiapan mateng.

Olrait, daripada lama-lama, nih ada kiat-kiat sukses jadi maba. Ini berdasarkan pengalaman pribadi ya:

  1. Harus sering ke kampus. Buat apa? Banyak. Buat lapor diri, buat ngembaliin formulir, dan buat tes kesehatan (hehe. itu kan memang wajib). Sebenarnya "harus sering ke kampus" ini maksudnya cari info sebanyak-banyaknya. Nggak harus ke kampus juga. Yang penting temen-temen nggak ketinggalan info kapan jadwal wawancara dan apa saja dan kapan rangkaian acara MPA (Masa Pengenalan Akademik *ospek).
  1. Banyakin koneksi. Ini yang lebih sangat penting. Buat yang nggak punya teman satu sekolah yang masuk di satu jurusan atau fakultas yang sama, membangun jaringan adalah hal yang utama. Mau tanya apa-apa ke kakak kelas tapi takut, bisa nanya temennya itu. Mau sharing info juga bisa. Mau berangkat bareng monggo. Tapi, jangan mulai buat nyari jodoh dulu. Woi, kuliah dulu. hehe. Pepatah baru yang harus teman-teman tahu, "Banyak teman, banyak rejeki".
  1. Banyak tanya. Jadi pura-pura bego aja (maaf). Sebenarnya udah tahu tapi tanya-tanya aja. Apalagi yang ditanya mau "dimodusin". Waduh, katanya nggak boleh nyari jodoh dulu. Pokoknya, banyak tanya aja kalo bingung dan nggak tahu meski ngapain. Ini berhubungan dengan poin nomer 1.
  1. Ikuti seluruh rangkaian khusus maba. Sekarang kalau boleh, saya pun pengen jadi maba lagi. Apalagi ikut MPA. Jadi, banyak temen, baik dari jurusan sendiri maupun jurusan yang lain, bisa asyik-asyik, punya cerita lucu, kejadian unik, naksir temen (lho, kok lagi?). Mungkin terkesan subjektif ya tapi kalau belum ngerasain memang nggak bisa ngomong kayak gini.
  1. Yang terakhir baru bikin target kuliah. Nih, udah sukses jadi maba jangan sampai nggak sukses jadi mahasiswa. Kuliah itu juga susah-susah gampang. Mulai sekarang harus bikin target. IP harus 4, IPK nggak boleh kurang dari 3.5, nggak ada nilai C, tapi tak perlu punya target lulus cepet. Kenapa? Ada di nomer 6.
  1. Maksud dari nggak perlu lulus cepet adalah kampus adalah gerbang terakhir teman-teman menuju kehidupan sebenarnya. Setelah lulus teman-teman bakal jadi manusia mandiri yang HARUS mandiri dan NGGAK BOLEH bergantung kepada siapapun. Maka, cari pengalaman sebanyak-banyaknya. Nilai tetap BAGUS tapi yang penting pengalaman. Ini semua bisa didapat kalau teman-teman ikut organisasi. Akademik itu PENTING, tapi organisasi itu PERLU. Di dunia kerja nanti, IP itu cuma sampai seleksi administrasi tapi kemampuan teamwork, pengalaman organisasi, dan kemampuan managemen-lah yang ditanya dan dihargai. Dan, pembelajaran itu nggak didapat di dalam kelas kuliah tapi di organisasi. So, jangan ragu buat ikut organisasi ya. Bukan mahasiswa kalo nggak ikut organisasi. "Buat apa punya ilmu (IP gede), tapi nggak dibagi".


Pintar itu bukan dinilai dari seberapa bagus cetakan angka-angka kita di KHS*. Tapi, seberapa bermanfaat ilmu itu buat sekitar kita.
Itu dulu aja ya. Bersambung nih.

www.duniakataiqbal.blogspot.com


*KHS: Kartu Hasil Study

Rabu, Agustus 20, 2014

Best Friend itu NGGAK ADA!!!

Apa yang membuat saya tak lagi mempercayai adanya 'best friend'? Ini semua karena aku berkaca pada pengalamanku sendiri. Beberapa waktu lalu--tepatnya beberapa tahun yang lalu--aku begitu memuja persahabatan. Aku (masih) percaya ada best friend. Tapi, saat ini semua itu terasa hal yang absurb; klise dan nonsens. Jika teman-teman merasa aku salah maka berikanlah saya bukti bahwa masih ada yang namanya 'best friend'.


Sekali lagi saya katakan bahwa beberapa tahun lalu saya benar-benar percaya akan adanya sahabat terbaik. Kepercayaan yang sebenarnya tiap waktu menipis. Kepercayaan bersanding bersama keraguan apakah aku bakal punya sahabat terbaik.

Akan saya ceritakan alasannya.


Sewaktu kecil dulu aku punya seorang kawan yang bahkan ayahnya kupanggil 'bapak'. Berbagi ayah dengannya karena sewaktu lahir sampai saya berumur kurang lebih 10 tahun saya tidak mengenal seorang ayah. Ayah harus merantau jauh supaya dapur ibuku tetap mengempulkan asap. Aku dengan sahabatku tersebut hampir selalu bersama; bermain gundu, main hujan-hujanan, pergi-pulang sekolah, duduk sebangku, tidur bareng, dan banyak hal-hal lain yang kami lakukan bersamaan. Tapi, itu dulu. Ya, dulu sekali. Semua berubah ketika ternyata makhluk yang bernama 'dewasa' merasuki kami. Kebersamaan kami mulai berkurang sedetik demi sedetik. Kami menjadi TEMAN BIASA. Yang hanya bertegur sapa ketika sewaktu-waktu bertemu. Yang hanya menanyakan kabar sekadar basa-basi belaka. Yang tak pernah lagi bermain bersama, menginap di salah satu rumah dari kami, atau bahkan sekadar berkunjung. Semua menjadi hilang dan lenyap. Ironisnya, saat inipun aku tak tahu nomor teleponnya. Maaf, bukan aku tak mau mencari atau tak mau memilikinya. Tapi itulah. Aku sudah beberapa kali menyimpan nomor kontaknya di hapeku dan beberapa kali pula ia berganti-ganti nomor. Ya, aku tahu bukan karena dia menghindariku dengan bergonta-ganti nomor. Tapi yang pasti, kedekatan kami di masa kecil dulu telah hilang. Tersisa sedikit. Hanya sedikit.


Tiba saat masa SMP. Lagi-lagi aku merasa telah menemukan seorang teman terbaikku. Ya, teman terbaik yang kata orang mendengarkan saat kita mengeluh. Memberikan semangat saat kita terpuruk. Tak menyalahkan kita ketika kita berjalan keluar jalur. Dan bla bla bla lainnya yang menggambarkan tentang sahabat terbaik.


Awalnya. Ya, awalnya memang seperti itu. Kami bersama. Bersenang-senang. Bercanda. Bersenda gurau. Melakukan banyak hal yang sekarang akupun tak lagi ingat satu-satu karena saking banyaknya. Lagi-lagi itu dulu. Saat kami dekat. Saat kami sedang menempuh pendidikan di sekolah yang sama. Saat tiap hari kami pasti bersua. Hingga akhirnya ketika ia lulus dan aku baru naik kelas tiga es-em-pe, persahabatan itu menemui ujungnya. Sama seperti "SAHABAT'ku saat di Sekolah Dasar, saat inipun aku tak mempunyai nomor telepon atau tahu kabarnya. Sama sekali tak tahu. Lagi dan lagi bukan karena aku tak mencari tahu. Tapi, karena kesibukan kami dan banyak hal, termasuk masalah jarak, kebersamaan itu lenyap. Tersisa hanya secuil berupa kenangan dalam memoriku. Sekarang salahkah jika aku tak lagi mempercayai sahabat terbaik? Aku rasa tidak karena ternyata semua itu berlanjut ke masa selanjutnya.

Di sekolah menengah saat aku duduk di tahun pertama, aku bahkan mempunyai tidak hanya satu teman yang kuanggap teman terbaikku. Tiga. Ya, T-I-G-A orang sekaligus. Dua orang kuanggap teman terbaik karena mereka selalu membantuku, menopangku saat aku lemah, menjadi tempat bercerita, dan menjadi teman yang membantuku saat aku tak bisa pulang ke rumah saat aku kesorean dan tak mungkin pulang mengingat rumahku yang jaraknya sangat JAUH dari sekolahku. Sedang seorang lagi kuanggap teman karena ternyata dia menganggapku ada. Ya, tak bisa kupungkiri bahwa manusia pasti butuh eksistensi dan dialah orang yang tak meragukan kemampuanku. Mereka bertiga adalah teman terbaikku (menurutku) saat aku berada di kelas X (sepuluh). Lalu, saat kami harus berpisah kelas. Dua orang menjadi sekelas lagi jurusan yang sama denganku, Ilmu Alam, dan seorang justru masuk ke jurusan Ilmu Sosial. Hah, 'best friend'ku kembali menikmati dunia mereka sendiri. Hubungan itu terpisah karena kami tak lagi dekat (tak lagi bisa berjumpa setiap hari karena beda kelas).


Saat di tahun kedua aku tak bisa menganggap satupun dari teman sekelas sebagai teman terbaikku. Kebersamaan selama setahun tak bisa membuatku mengalungkan predikat best friend kepada salah satu dari mereka. Baru di tahun ketigalah aku berani menganggap beberapa dari mereka best friend-ku. Namun, semua tak berjalan lama. Parahnya, kelas yang katanya kompak pun akhirnya kehilangan 'jin' kekompakan yang (dulu) bersama kami. Itu semua tentu saja karena jarak. Ya, jarak yang memisahkan dan kesibukan yang kami lakoni sekarang masing-masing membuat 'jin' itu 'ter-ruqyah' dengan sendirinya. Pergi.


Hah, begitulah. Aku tak lagi mempunyai 'medali' teman terbaik. Semua yang telah terjadi itulah alasannya. Kalau saya dianggap memilih-milih teman, saya katakan bahwa saya TIDAK pernah memilih-milih orang untuk menjadi teman. Kalau saya dianggap kurang perhatian maka saya BERANI mengatakan kurang care apalagi saya? Saya dengan sahabatku di masa kecil, saya dengan sahabatku di masa SMP, saya dengan ketiga temanku di tahun pertamaku di SMA, saya dan beberapa teman sekelasku di tahun ketigaku di SMA memang tak berperang atau punya masalah atau putus hubungannya. Namun, kami (terlebih saya) merasa kedekatan yang dulu kami bangun langsung luluh-lantak dihancurkan 'gelombang' jarak. Ya, kami tetap berteman tapi berteman BIASA. Tak ada yang istimewa. TAK ADA LAGI BEST FRIEND. Kami adalah cuma TEMAN DEKAT (Teman terbaik saat raga kita memang dekat) bukan dari kedekatan hati. makhluk bernama 'jarak' yang menelanjangi semua itu. Ya, hingga akhirnya aku percaya. Best Friend itu NGGAK ADA. Yang ada hanya teman (ketika jarak--raga) dekat. Itu saja. Maaf.



Rawamangun - Warnet Radja, 23 Februari 2011

Minggu, Agustus 10, 2014

Kecanduan Organisasi

Allright, jika ditanya siapa yang 'menjerumuskan' saya sehingga saya adiksi (kecanduan) organisasi maka jawabannya adalah kakak saya sendiri, Mufid Mas'udi. Dia dengan 'tega' mempengaruhi saya untuk aktif di organisasi dan akhirnya membuat saya tak bisa hidup tanpa berorganisasi.


Awalnya, Ketika saya masih Sekolah Dasar saya hanya mengikuti kegiatan pramuka. Waktu itu kakak saya masih duduk di bangku SMP. Kakak saya suatu hari mulai melancarkan rayuannya. "Besok kalau udah SMP ikut aja Saka Bhayangkara kayak Mas Mufid. Kamu bakal kenal banyak teman dari sekolah-sekolah lain." ucapnya waktu itu. Ya, kakak saya dan beberapa temannya memang tergabung di salah organisasi tinglat kecamatan di tempat saya itu, Saka Bhayangkara--kegiatan yang masih merupakan kegiatan sekelas pramuka yang langsung dibina oleh Polisi Sektor. Oke, saya akan ikut Saka Bhayangkara, ucapku dalam hati.


Belum juga terpenuhi mimpi saya untuk ikut kegiatan tersebut karena saya masih kelas 5 SD, Mas Mufid menularkan (lagi) 'doktrinnya' kepada saya. Kakak saya waktu itu sangat aktif di sebuah organisasi tingkat sekolah sebagai ketuanya, yaitu Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)--OSIS kalau di sekolah negeri. Karena sayapun akhirnya melihat banyak sekali manfaat yang didapatkan kakak saya, saya tertarik juga.


Duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama di tahun pertama, saya dan beberapa teman terdaftar di Saka Bhayangkara Polsek Sukoharjo. Dengan bergabungnya saya di saka tersebut saya benar-benar mengenal banyak sekali teman dari SMP-SMP yang tersebar di Kecamatn Sukoharjo. Saya seringkali jalan-jalan mewakili sekolah untuk ikut dalam berbagai lomba di bidang kepramukaan.


Di tahun kedua, saya akhirnya bisa menggantikan posisi kakak saya di IRM. Lagi-lagi, banyak sekali saya mendapatkan keuntungan dengan ikut organisasi ini. Tidak hanya kenal dengan orang-orang luar biasa di tingkat kecamatan saja, tapi sudah ke tingkat kebupaten, Bukan bermaksdu untuk membanggakan diri saya sendiri tapi inilah profitnya kita ikut organisasi. Banyak kenalan, banyak channel, dan yang kurasakan banyak sekali bantuan yang saya dapatkan akhirnya. Subhanallah banget.


Oya, 'doktrin' kakak saya tidak berhenti sampai di situ. Ketika saya sedang duduk di bangku SMP tentu saja kakak saya duduk di bangku SMA. Seringkali kakak saya menceritakan kehidupan masa SMA yang ternyata (lagi, lagi, dan lagi-lagi) diceritakannya tentang organisasi.


Saat tiba saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) saya pun akhirnya terjun di 'beberapa' organisasi. Pramuka masih jadi organisasi yang utama. English Club (EC), Mading, Rohis, Paskibraka, Pramuka, dan OSIS. Waw, saat ini saya pun akhirnya sadar kenapa dulu orang tua saya melarang untuk ikut organisasi. Gila! banyak sekali ya? Kenapa dulu tidak memprioritaskan saja ke satu atau dua oragnisasi saja. Tapi, sekarang saya pun juga menyadari bahwa dengan ikutnya saya di organisasi saya BENAR-BENAR TIDAK RUGI. Ada banyak jejak kaki yang saya buat di SMA saya yang BERGUNA BANGET di kehidupan saya selanjutnya. Pokoknya, nggak mungkin saya dapatkan di ladang lain. Hem, terima kasih saja buat kakakku yang telah 'menjerumusakan' ke tempat yang benar-benar saya rasakan keuntungannya.

***

2002 (saya lupa tepatnya--masa SMP)

Saya mendapatkan sebuah bantuan dari teman saya ketika saya tersesat di sebuah tempat yang ternyata dekat sekali dengan tempat teman saya itu. Benar-benar beruntung saya waktu itu. Kejadiannya benar-benar tak bisa diceritkan tapi yakin pasti teman-teman semua yang pernah ikut organisasi pernah merasakannya.



Kurun waktu 2005-2008 (masa SMA)

Begitulah ketika kita punya banyak kenalan, saat tersesat kita bisamendapatkan tempat tinggal dengan gratis dan sebagainya. Seringkali ketika saya mendapatkan musibah seperti itu tinggal sms dan jemputan pun datang. Masih banyak lagi yang sebenarnya bisa saya ceritakan tapi mungkin lain kali. Ruang ini terlalu terbatas. Capek juga baca note banyak-banyak.


2008-2010 (saat di Pare dan di Batam)

Di Pare, saya menjumpai seorang kawan lama yang dulu pernah saya kenal. Juga lewat media organisasi.

Di batam, mencari kerjaan tentu saja bisa lebih mudah jika banyak kenalan. Ternyata, di Batam pun saya menemukan saudara dari teman saya yang saya kenal di Pare. Wah-wah ternyata sambung-menyambung ya?


2010 (Setelah pengumuman UMB)

UMB mengantarkan saya ke UIN Jakarta. Ya, saat saya hendak daftar ulang, saya tentu butuh tempat untuk menginap dan saya teringat seorang kawan yang kuliah di UIN. SMS, dibalas, dan dapat tempat tinggal gratis.


2010 (Beberapa kali berniat mencari kerja)

Segalanya butuh proses. Proses saya untuk bisa berbicara di depan khalayak umum tentu saya terlatih dari saat awal sayA ikut organisasi. Berniat melamar pekerjaan sebagai pengajar bimbel tentu saja ada Microteaching. Wah, kalau dulu saya tidak ikut organisasi apa jadinya saya untuk sekedar menghadapi Microteaching.


Wah-wah, nggak bakal ada habisnya ketika kita harus cerita keuntungan ikut organisasi. Bakal jadi list yang panjang bahkan bisa jadi berbuku-buku. Tetap semangat untuk YANG ikut organisasi ya! Ingat, LELAH ITU PASTI TAPI SEMANGAT ADALAH PILIHAN.