Technology

Pages

Minggu, Maret 25, 2012

Film "Dewasa", JANGAN biarkan anak Anda menonton The Raid

Berniat nonton film The Raid? Bagus. Film ini memang film wajib tonton. Selain karena cerita yang baru, film ini juga menawarkan banyak kelebihan. Yah, jujur. Saya sudah risih melihat film-film berjudul "horor" tapi "mesum". Dan, film The Raid menjadi semacam oase yang mengaliri titik jenuh itu.

Tapi, yang harus jadi catatan sebelum menonton The Raid adalah JANGAN mengajak anak, adik, ataupun anak kecil lainnya untuk menonton film ini. Saya pribadi mengkategorikan film ini sebagai film "dewasa". Bukan dalam artian bahwa film ini berisi adegan-adegan mesum ala film-film "horor" Indonesia kebanyakan tetapi karena adegan-adegan kekerasan yang sangat vulgar divisualisasikan oleh sang penggarap film.

Film ini telah mengantongi beberapa penghargaan; Midnight Madness Award (film pilihan penonton) di Toronto International Film Festival 2011, Dublin Film Critics Circle (film terbaik), dan pilihan penonton di Jameson Dublin International Film Festival 2012, dan masuk dalam kategori spotlight (film pilihan panitia) di Sundance Film Festival 2012. Bahkan, hak distribusinya telah dibeli oleh Sony Pictures WorldWide Acquisition (SPWA), sehingga film ini bisa diputar diseluruh Amerika. (www.seputar-indonesia.com)

Film ini berkisah tentang sekelompok tim SWAT tiba di sebuah blok apartemen yang tidak terurus dengan misi menangkap pemiliknya seorang raja bandar narkotik bernama TAMA. Blok ini tidak pernah digerebek atau pun tersentuh oleh Polisi sebelumnya. Sebagai tempat yang tidak dijangkau oleh pihak berwajib, gedung tersebut menjadi tempat berlindung para pembunuh, anggota geng, pemerkosa, dan pencuri yang mencari tempat tinggal aman.

Mulai bertindak di pagi buta, kelompok SWAT diam-diam merambah ke dalam gedung dan mengendalikan setiap lantai yang mereka naiki dengan mantap. Tetapi ketika mereka terlihat oleh pengintai TAMA, penyerangan mereka terbongkar. Dari penthouse suite-nya, TAMA menginstruksikan untuk mengunci gedung apartemen dengan memadamkan lampu dan menutup semua jalan keluar.

Terjebak di lantai 6 tanpa komunikasi dan diserang oleh penghuni apartemen yang diperintahkan oleh TAMA, tim SWAT harus berjuang melewati setiap lantai dan setiap ruangan untuk menyelesaikan misi mereka dan bertahan hidup.

Dari synopsis film saja sudah bisa ditebak bahwa film ini bukan film "menye-menye". Film berdurasi 1 jam 40 menit ini sengaja dibuat tegang dari awal sampai akhir. Ketegangan itu bahkan sudah dimulai ketika film ini baru berjalan sepuluh menit. Adrenalin penonton kemudian akan terasa meningkat ketika penyerbuan dimulai. Ketegangan yang tidak henti-hentinya berpindah dari satu adegan ke adegan yang lain. Penonton dipaksa untuk tidak berpaling dari layar karena diliputi rasa penasaran seperti apakah adegan selanjutnya. Dari awal hingga akhir cerita, penonton akan disuguhi aneka macam cara membunuh serta tak lupa darah yang siap mengalir dari bagian tubuh mana saja.

Adegan-adegan inilah yang sangat tidak pas untuk ditonton oleh anak-anak. Kekerasan dalam film ini ditampilkan begitu vulgar. Penembakan, bacok-bacokan, perkelahian, dan adegan kekerasan lain menjadi kekuatan yang menjadi "haram" untuk anak kecil. Bayangkan saja, adegan penembakan bisa dilihat dengan jarak cuma beberapa senti, adegan bacok-bacokan bisa dirasakan bahwa kitalah korbannya karena saking "hebatnya" kerjaan Director of Photography (DOP) film ini, Matt Flannery, dan (lagi-lagi) keseluruhan adegan brutal lainnya digambarkan dengan sangat gamblang. Tidak masalah dengan adegan pembunuhan yang disajikan dengan berbagai macam teknik seperti ditembak di kepala, leher yang ditusuk belati, atau bahkan dengan tangan kosong sekalipun. Hanya saja “seni” membunuh pada adegan film tersebut terasa masih kurang pas. Jika hanya beberapa adegan mungkin tidak masalah ditampilkan secara vulgar. Akan tetapi rasanya akan lebih baik jika imajinasi penonton juga dibiarkan berkembang tanpa harus melihat secara langsung.

Akhirnya, sepanjang saya menonton film ini, saya merasa khawatir seandainya film ini disaksikan oleh anak-anak yang masih belum mengerti apa itu kebaikan dan apa itu kejahatan. Mana yang harus dia tiru atau apa yang harus tidak dia tiru. Efek adegan kekerasan yang ditimbulkan:
  1. Berkurangnya rasa empati anak, Bagi anak-anak yang menonton tayangan kekerasan akan menganggap bahwa kekerasan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik atau masalah, sehingga hal ini akan mengurangi rasa empati anak-anak terhadap orang lain.
  2. Menjadi anak yang penakut dan cemas. Adegan kekerasan yang disaksikan di berbagai media bisa memicu mimpi buruk, depresi, gangguan tidur serta rasa takut yang berlebihan.
  3. Meningkatkan sifat agresif.Hal ini terjadi karena dalam adegan kekerasan selalu identik dengan jagoan yang selalu menang, sehingga anak-anak selalu ingin menjadi jagoan tersebut.

Itulah mengapa akhirnya saya meng-kapital-kan kata JANGAN pada judul tulisan ini. Film ini memang layak untuk diapresiasi. Tapi, TOLONG JANGAN BIARKAN ANAK ANDA MENONTONNYA. Please.







Salam
Rawamangun, 26 Maret 2012, @Biyasa Net.