Technology

Pages

Sabtu, Oktober 19, 2013

Pada Suatu Siang

Engkau yang melihat akan sama terharunya seperti aku. Bukankah Jakarta terkenal dengan kota individualis dan kapitalis, atau semacamnya. Ternyata tidak. Setelah siang itu.

Perjalanan pulang dari Praktik Ketrampilan Mengajar (PKM, dulu disebut PPL), di siang hari yang terik hari jumat, aku turun dari 03. Keringat yang saat itu membuat bajuku basah terus saja turun padahal sebuah bundel fotokopian sudah lecek karena beralih fungsi sebagai kipas. Aku tetap bergegas melangkahkan kaki karena shalat Jumat sudah harus didatangi. Di jembatan layang depan Pasca Sarjana UNJ aku melihat seorang kawan hendak menaiki tangga jembatan namun kemudian dia sedikit berlari dan mendekati seorang wanita tua yang berhenti di tiga anak tangga pertama. Kemudian samar kudengar dialog keduanya:

"Ibu, sini tasnya saya bawain," kata sang kawan. Masih tidak menyadari bahwa aku ada tak seberapa jauh darinya.

"Oh, iya. Makasih." kata sang ibu berusia kurang lebih lima puluh tahunan.

"Darimana, bu?" tanya sang kawan. "Dari rumah anak. Biasa nih, dibawain oleh-oleh."

"Emang rumahnya dimana, bu?"

"Di Bogor."

Keduanya menuruni tangga. "Sekarang pulang naik apa, bu?"

"Mau ke Manggarai. Naik kereta. Mau naik bajaj ke Manggarai."

Tak berapa lama mereka berdua sudah mendekati sebuah bajaj. "Pak, berapa ke Manggarai?"

"Dua puluh lima ribu."

"Buat ibu ini. Lima belas ribu aja ya!" tawa sang kawan. "Dua puluh deh, Mas."

"Udah, Pak. Lima belas ribu aja. Ini, Pak!" tanpa kuduga sang kawan mengeluarkan uang lima puluh ribuan. Aku yang berdiri tak jauh dari kejadian itu menggelengkan kepala. Heran dan terharu. Subhanallah.

Siang itu, sebuah hikmah terlempar jelas di depan mata.