Technology

Pages

Jumat, Oktober 19, 2012

Bahasa Tidak Bertulang

*Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu Kerukunan Hidup Bermasysarakat, Berbangsa, dan Bernegara

Judul di atas memang sengaja saya pelesetkan dari sebuah ungkapan yang sudah sering memenuhi ruang dengar kita, lidah tidak bertulang. Lalu, apa maksudnya?

Ada makna penting dari judul di atas. Tidak beda jauh dengan makna ungkapan lidah tidak bertulang bahwa kita harus berhati-hati menggunakan lidah, ternyata kitapun harus berhati-hati dalam menggunakan bahasa. Seringkali karena kesalahan berbahasa akhirnya timbul pertengkaran, perkelahian, bahkan sampai pada takaran pembunuhan. Padahal bahasa adalah alat yang harusnya bisa mempersatukan dan memperkuat nilai-nilai kerukunan hidup. Semua ini diperparah dengan bahasa penghinaan, umpatan, dan cemoohan yang semakin banyak ditemui di "kamus" pergaulan sehari-hari. Ironisnya, bahasa-bahasa ini malah jadi tren tidak hanya di kalangan remaja saja, anak-anak usia sekolah dasar pun sudah bisa melafalkannya dengan fasih. Awalnya, bahasa-bahasa ini memang sebagai bahan becandaan namun akhirnya tidak sedikit kita temui anak-anak yang akhirnya berkelahi gara-gara dihina oleh teman sepermainannya. Bagi saya, ini bukan hal yang biasa dan tidak bisa dibiarkan. ini. Awalnya, bahasa-bahasa ini memang sebagai bahan becandaan namun akhirnya mereka terkena dampaknya sendiri.

Saya ambilkan contoh sederhana yang lain. Saat kegiatan pembukaan Masa Pengenalan Akademik (lebih sering disebut ospek) di kampus saya, satu orang perwakilan dari tiap fakultas diminta untuk naik diatas panggung untuk memberikan alasan mengapa akhirnya mereka memilih fakultas masing-masing. Ada tujuh fakultas di kampus saya dan ketika giliran perwakilan dari fakultas ekonomi menjelaskan alasannya banyak mahasiswa yang memintanya untuk turun dari panggung. Apa pasal? Alasan paling utama adalah karena dia menggunakan bahasa yang kurang tepat untuk menggambarkan pilihannya masuk fakultas ekonomi. Penjabaran kebanggaan dia memilih fakultasnya dibarengi dengan mengejek enam fakultas yang lain. Berbeda sekali ketika perwakilan dari fakultas Bahasa dan Seni berbicara yang sebenarnya maksud dari omongannya pun sama dengan perwakilan dari fakultas ekonomi tadi namun bahasa yang digunakan jauh lebih sopan.

Bayangkan, ketika Anda mempunyai sebuah pilihan kemudian ada seseorang yang mengatakan, "Ngapain milih itu? Gue dong pilihannya tepat. Tanpa pilihan gue pilihan elu nggak bisa apa-apa". Apa reaksi Anda? Pasti akan berbeda dan respon Anda akan positif apabila ada yang mengatakan, "Oh, elu milih itu. Nggak papa. Pilihan gue melengkapi pilihan elu. Begitu sebaliknya".

Dari kejadian di atas jelas sekali bahwa penggunaan bahasa dalam berinteraksi akan sangat mempengaruhi bagaimana hasil dari interaksi tersebut. Fungsi lain dari bahasa adalah untuk berkomunikasi dan dalam berkomunikasi kita harus dengan sadar bisa menentukan apa dan bagaimana bahasa yang tepat. Dalam hal ini apa dan bagaimana berkaitan erat dengan kapan dan dimana.

Lagi-lagi dari contoh di atas saja bisa kita analisi, kalau saja perwakilan dari mahasiwa ekonomi itu mengatakan kalimat-kalimat itu di situasi yang tidak resmi, misalnya dengan teman sejawat, responnya bisa positif. Tapi, kemudian sang penutur tidak sadar bahwa dia ada di sebuah forum besar yang mengharuskannya menggunakan bahasa yang sopan dan pantas.

Sekali lagi ditegaskan bahwa bahasa adalah alat pemersatu kerukunan hidup bukan sebagai pemecah persatuan. Jangan sampai kita mendapatkan boomerang dari bahasa yang kita pakai. Dan disinilah kita bisa memosisikan bahasa Indonesia sebagai pemersatu. Tidak sedikit, akhir-akhir ini, yang lebih senang menggunakan bahasa-bahasa asing yang belum benar-benar diserap menjadi kata baku, tak terkecuali bahasa daerah dan bahasa asing lainnya. Alasan lain bahasa akhirnya menjadi pangkal permasalahn adalah ketika ketika berkomunikasi, satu pihak tidak mengerti dengan apa yang ingin disampaikan karena sang penutur menggunakan bahasa-bahasa asing.

Bahasa Indonesia harus dipahami semua orang Indonesia agar bisa jadi bahasa pengantar dalam berkomunikasi. Jangan sampai ketika kita tercatat sebagai orang ber-KTP Indonesia tapi tidak mengerti bahasa sendiri. Banyak hal perlu dilakukan untuk meningkatkan bahasa Indonesia mejadi satu-satunya bahasa pengantar. Namun, ini tidaklah mudah. Mulai dari penyajian standard, pedoman, fasilitas, dan bimbingan dalam tujuan pengembangan kualitas bahasa Indonesia. Meski tidak mudah bukan berarti hal yang mustahil. Yang paling penting adalah kebanggan kita terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.

Salam.

Kamis, Oktober 18, 2012

Aku ingin mengunjungimu malam ini


Malam ini sebenarnya aku ingin mengunjungimu
membawakan sebuah kado berisi kerinduan
yang telah meletup sejak berhari-hari yang lalu

Malam ini sebenarnya aku ingin mengunjungimu
membawakan buah tangan berupa kerinduan
yang menyebar memenuhi seluruh jiwa
menyesakkan
walau kunikmati

Malam ini sebenarnya aku ingin mengunjungimu
membawakan segenggam,
oh bukan lagi segenggam,
kerinduan ini tak bisa lagi kuungkap sebesar apa

Kerinduan ini hanya kurasakan
untukmu seorang

Kepada kau pemilik kata-kata

Kalau boleh dan bisa, beri aku satu kata. Tak usah beribu.
Aku ingin menghancurkan bendungan bendungan di pikiran
yang menghalangi satu kata yang mendesak
Padahal, aku tak mau membual.
kuulangi, hanya satu kata

Ah, masak kau tak percaya.
pernahkah aku berbohong dengan kata?

Prasangka


Jika teman terdekatmu berubah, tak lagi mau jalan bareng dengan alasan yang macam-macam. Jika pacarmu juga berubah, tak ada waktu untuk sekedar mengucapkan selamat tidur padahal sebulan yang lalu bahkan “teror” sms seperti itu hampir tiap menit memenuhi hapemu. Jika akhirnya kamu tahu malam minggu kemarin pacarmu nggak datang ke rumah seperti biasa tapi justru kamu mendengar dari temanmu yang lain bahwa dia jalan dengan teman dekatmu. Jika akhirnya siang ini kamu melihat sendiri mereka jalan berdua di mall kemudian makan di tempat  favoritmu dan pacarmu. Ya, jika itu semua terjadi padamu kamu berhak untuk marah. Kamu juga berhak untuk memutuskan hubungan dengan mereka berdua. Kamu lebih berhak lagi menganggap mereka tak ada. Sama seperti yang kulakukan terhadap pacarku dan teman dekatku. Mereka benar-benar tak tahu diri.

Kamu sudah memimpikan minggu depan akan jadi minggu yang special karena itu adalah lima tahun kami pacaran. Lima tahun. Coba kamu bayangkan. Itu bukan waktu yang singkat. Kalau saja pacarmu mengatakan itu baik-baik, putus baik-baik, maka kamu juga pasti akan merelakannya kan? Tapi, ini lebih menyakitkan. Mereka ada main di belakangmu. Aku sendiri tak habis pikir bagaimana mereka bisa tega melakukan itu padaku. Sungguh, sampai kapanpun kamu pasti takkan memaafkan mereka. Iya kan? Kalau iya berarti kamu sepaham denganku. Sampai kapanpun.

Semua membuatmu malas untuk berangkat kuliah pagi ini karena kamu akan bertemu dengan mereka berdua. Bertatap muka dan pasti akan ada percakapan dengan mereka dan akhirnya kamu memilih untuk datang terlambat ke kampus bahkan tak masuk kelas. Kamu pasti akan bersembunyi dari mereka. Menjauh. Bila perlu urus saja surat kepindahan kuliah. Aku sudah berpikiran sejauh itu. Karena sakit hati


“Eh, Ra, lu nggak masuk kelas. Tadi dicariin sama Andre lho. Katanya mau ngomong penting,” temanmu mengagetkanmu saat kau sedang memikirkan pembalasan buat mereka berdua. Terus, jika seperti itu inikah jawabanmu?

“Andre? Oh, mantan pacar gue itu. Masih punya urusan apa lagi dia?”

“Mantan pacar? Jadi bener kalian udah putus?” omongan temanmu yang bernama Sinta itu justru lebih mengagetkanmu. Tapi, kamu pasti bisa mengatasi keadaan itu. “Iya, beberapa hari yang lalu,” kataku. Katamu juga kan?

“Pantes. Tadi si Andre berangkat bareng sama Aisyah. Denger-denger mereka udah deket.” Apa reaksimu sekarang? Masihkah kamu tenang dengan semua ini? Aisyah, teman dekatmu ternyata tak sebaik penampilannya.

* iqbal_haris *

Apa yang akan kamu lakukan jika semua itu terjadi padamu? Tolong aku. Biar tak salah mengambil tindakan. Kamu mau mencincang mereka hidup-hidup? Setega itukah? Tidak. Kamu pasti bukan orang seperti itu. Apa bedanya dengan mereka.

Kalender di dinding kamarmu menunjukkan angka 23 Desember. Enam tahunmu berpacaran. Seharusnya. Jika dia nggak selingkuh. Saat ini kamu telah siap dengan dandanan seadanya. Dia memang mengajakmu keluar malam ini. Tapi, tadi siang dia mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin dia bicarakan. Dan kamu juga pasti shocked ketika dia mengatakan bahwa dia juga mengajak Aisyah. Buat apa? Oke, kalau dia mau mengatakan yang sejujurnya malam ini. Maka, kamu masih memberinya waktu kan? Kamu datang memenuhi undangannya, kamu putusin, dan kamu pergi. Persis. Sama seperti rencanaku.

Di kafe ini, di tempat dimana sering kamu habiskan waktu-waktu bersamanya, hampir tiap malam minggu. Ah, sudahlah. Kamu pasti tegar. Buat apa menyesali semuanya. Toh, dia bukan satu-satunya. Dia saja dengan mudah menggantikanmu di hatinya. Kamu juga pasti bisa.

Dia datang. Dengan Aisyah. Satu mobil. “Maaf, sudah lama. Ayo, langsung masuk aja. Di tempat biasa.” Senyumnya sama. Tidakkah dia berpikir kalau kamu benci dengan senyum palsu itu. Sekarang. Setelah dengan tidak canggung dia lebih memilih menjemput Aisyah bukan kamu yang masih pacarnya. Masih pacarnya.

Akhirnya, kamu tidak bisa basa-basi. Kamu risih melihat dia lebih sibuk dengan Aisyah hingga kalian duduk bertiga di meja itu. “Maaf, jika semua ini mengejutkanmu dan membuatmu marah. Ini sudah lama ingin kukatakan. Tapi, aku belum siap. Aku ingin kamu menjadi istriku. Pacaran tak ada gunanya. Hanya buang-buang waktu. Sekarang aku telah siap untuk jadi imam bagimu.” Kamu linglung. Semuanya terjadi sangat cepat. Aisyah tersenyum simpul kepadamu.

Kamu akhirnya tahu bahwa kejadian sebulan ini adalah skenario Andre. Kamu juga tahu bahwa Aisyah adalah sepupu dia, hal sama yang baru mereka ketahui. Dan kamu juga tahu bahwa sekarang kalian nggak bertiga. Ada Sinta dan teman-temanmu yang lain yang ditugaskan Andre untuk membuat gosip kedekatannya dengan Aisyah. Kamu juga akhirnya tahu kalau semua prasangka salah. Mengapa tak meminta penjelsan dulu sejak awal. Semoga kamu juga bisa belajar sepertiku belajar untuk tak berburuk sangka.