"Menulislah dengan kalimat yang jelek, maka kamu akan mengerti bahwa sesungguhnya tak ada kalimat yang jelek."
Kalau saja pada hari Ahad (29/8) saya menyerah mencari Jalan Mede No. 42, mungkin 'mesiu kata' di atas takkan mungkin saya dapatkan. Kalimat yang semakin memotivasi saya untuk menulis.
Bermula ketika saya membuka e-mail saya sebelum hari-H, ternyata saya mendapatkan undangan dari Redaksi Annida-Online untuk ikut acara Ngabuburit sekaligus soft launching Buku "Curhat Abis Bu Guru Kita." Sebelumnya saya agak berpikir lama dan mencari tahu dimana lokasi acara yang saya sendiri belum pernah menginjakkan kaki ke markas Annida tersebut. Namun, nekat akhirnya saya memutuskan untuk naik metro-mini 46 yang kata teman lewat daerah Utan Kayu.
Saya benar-benar bersyukur akhirnya bisa mengikuti acara sederhana namun begitu mengena bagi saya sebagai penulis pemula. Dalam acara tersebut dihadirkan tiga pembicara. Ibu Ida Cholisa sebagai penulis buku, Gol A Gong sebagai redaktur Gong Publising, dan Bang Iyus sebagai Pemred Annida-Online.
Dari acara tersebut saya baru melihat secara langsung bahwa seorang Gol A Gong yang sudah menghasilkan 70an buku ternyata hanya menggunakan lima jari saja. Jadi, Bang Gong (panggilan akrab Gol A Gong) adalah penulis satu tangan yang luar biasa. Tangan kirinya harus diamputasi ketika kecil karena terjatuh dari pohon. Subhanallah! Bagaimana dengan kita? Seharusnya dengan kondisi tangan kita yang masih utuh dua tangan kita bisa menghasilkan karya jauh lebih banyak dibandingkan dengan Bang Gong.
Belum lagi ketika Bu Ida Cholisa memaparkan pengalaman menulisnya. Kekuatan untuk menulis semakin menggebu. Ibu Ida Cholisa adalah seorang guru SMA yang juga seorang Bussineswoman, ditambah beliau adalah ibu rumah tangga dua orang yang juga mengurusi seorang suami yang terkena penyakit jantung namun dalam waktu satu tahun lebih Beliau telah menghasilkan 1600-an cerita, beberapa cerpen, novel, dan cerita dalam Bahasa Inggris. Waw, she is inspiring woman, right?
"Biasanya lima menit sebelum berangkat mengajar saya sempatkan untuk menulis." kata Bu Ida. Lima menit ternyata benar-benar begitu dimanfaatkan oleh Beliau. Lalu bagaimana dengan kita?
Ternyata banyak dari penulis pemula ataupun yang baru sekedar respect terhadap tulis-menulis mempunyai masalah yang hampir sama. Apa yang mau ditulis di awal? Apakah tulisan saya bagus? Atau saya tidak mempunyai ide untuk ditulis.
Kalimat di awal tulisan ini bisa jadi penyemangat buat teman-teman yang mempunyai masalah seperti yang saya sebutkan tadi. Tulislah apapun yang ada si benak teman-teman sekalian. Jangan menahan luapan bah kata-kata yang menerjang. Biarkan saja ia keluar. Jangan pernah menulis dengan otak tapi menulislah dengan hati. Artinya, jangan jadi editor terlebih dahulu. Biarkan tulisan kita apa adanya. Teruslah menulis, menulis, dan menulis. Sejelek apapun tulisan kita (menurut pendapat kita) jangan lantas kita hapus. Ini adalah cara untuk membiasakan menulis. Jadi, intinya menulis, menulis, dan menulis. Karena kalau kita memang mau terjun di dunia tulis-menulis maka kita memang harus tetap menulis. Tak ada jalan yang lain.
Kalau kita adalah orang yang perlu tekanan. Dalam hal ini alasan yang lebih kuat untuk menulis mungkin kalimat dari Bang Iyus bisa jadi suntikan tambahan.
"Menulis adalah iman kedua. Karena sejarah membuktikan bahwa para ulama pasti menulis. Dan seandainya tidak ada tulisan pasti Al-qur'an takkan seperti sekarang--maksudnya terjaga."
Bagaimana nih buat teman-teman? Jangan merasa bahwa saya belum bisa menulis. Tapi, menulis, menulis, dan menulislah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar