*Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu Kerukunan Hidup Bermasysarakat, Berbangsa, dan Bernegara
Judul di atas memang sengaja saya pelesetkan dari sebuah ungkapan yang sudah sering memenuhi ruang dengar kita, lidah tidak bertulang. Lalu, apa maksudnya?
Ada makna penting dari judul di atas. Tidak beda jauh dengan makna ungkapan lidah tidak bertulang bahwa kita harus berhati-hati menggunakan lidah, ternyata kitapun harus berhati-hati dalam menggunakan bahasa. Seringkali karena kesalahan berbahasa akhirnya timbul pertengkaran, perkelahian, bahkan sampai pada takaran pembunuhan. Padahal bahasa adalah alat yang harusnya bisa mempersatukan dan memperkuat nilai-nilai kerukunan hidup. Semua ini diperparah dengan bahasa penghinaan, umpatan, dan cemoohan yang semakin banyak ditemui di "kamus" pergaulan sehari-hari. Ironisnya, bahasa-bahasa ini malah jadi tren tidak hanya di kalangan remaja saja, anak-anak usia sekolah dasar pun sudah bisa melafalkannya dengan fasih. Awalnya, bahasa-bahasa ini memang sebagai bahan becandaan namun akhirnya tidak sedikit kita temui anak-anak yang akhirnya berkelahi gara-gara dihina oleh teman sepermainannya. Bagi saya, ini bukan hal yang biasa dan tidak bisa dibiarkan. ini. Awalnya, bahasa-bahasa ini memang sebagai bahan becandaan namun akhirnya mereka terkena dampaknya sendiri.
Saya ambilkan contoh sederhana yang lain. Saat kegiatan pembukaan Masa Pengenalan Akademik (lebih sering disebut ospek) di kampus saya, satu orang perwakilan dari tiap fakultas diminta untuk naik diatas panggung untuk memberikan alasan mengapa akhirnya mereka memilih fakultas masing-masing. Ada tujuh fakultas di kampus saya dan ketika giliran perwakilan dari fakultas ekonomi menjelaskan alasannya banyak mahasiswa yang memintanya untuk turun dari panggung. Apa pasal? Alasan paling utama adalah karena dia menggunakan bahasa yang kurang tepat untuk menggambarkan pilihannya masuk fakultas ekonomi. Penjabaran kebanggaan dia memilih fakultasnya dibarengi dengan mengejek enam fakultas yang lain. Berbeda sekali ketika perwakilan dari fakultas Bahasa dan Seni berbicara yang sebenarnya maksud dari omongannya pun sama dengan perwakilan dari fakultas ekonomi tadi namun bahasa yang digunakan jauh lebih sopan.
Bayangkan, ketika Anda mempunyai sebuah pilihan kemudian ada seseorang yang mengatakan, "Ngapain milih itu? Gue dong pilihannya tepat. Tanpa pilihan gue pilihan elu nggak bisa apa-apa". Apa reaksi Anda? Pasti akan berbeda dan respon Anda akan positif apabila ada yang mengatakan, "Oh, elu milih itu. Nggak papa. Pilihan gue melengkapi pilihan elu. Begitu sebaliknya".
Dari kejadian di atas jelas sekali bahwa penggunaan bahasa dalam berinteraksi akan sangat mempengaruhi bagaimana hasil dari interaksi tersebut. Fungsi lain dari bahasa adalah untuk berkomunikasi dan dalam berkomunikasi kita harus dengan sadar bisa menentukan apa dan bagaimana bahasa yang tepat. Dalam hal ini apa dan bagaimana berkaitan erat dengan kapan dan dimana.
Lagi-lagi dari contoh di atas saja bisa kita analisi, kalau saja perwakilan dari mahasiwa ekonomi itu mengatakan kalimat-kalimat itu di situasi yang tidak resmi, misalnya dengan teman sejawat, responnya bisa positif. Tapi, kemudian sang penutur tidak sadar bahwa dia ada di sebuah forum besar yang mengharuskannya menggunakan bahasa yang sopan dan pantas.
Sekali lagi ditegaskan bahwa bahasa adalah alat pemersatu kerukunan hidup bukan sebagai pemecah persatuan. Jangan sampai kita mendapatkan boomerang dari bahasa yang kita pakai. Dan disinilah kita bisa memosisikan bahasa Indonesia sebagai pemersatu. Tidak sedikit, akhir-akhir ini, yang lebih senang menggunakan bahasa-bahasa asing yang belum benar-benar diserap menjadi kata baku, tak terkecuali bahasa daerah dan bahasa asing lainnya. Alasan lain bahasa akhirnya menjadi pangkal permasalahn adalah ketika ketika berkomunikasi, satu pihak tidak mengerti dengan apa yang ingin disampaikan karena sang penutur menggunakan bahasa-bahasa asing.
Bahasa Indonesia harus dipahami semua orang Indonesia agar bisa jadi bahasa pengantar dalam berkomunikasi. Jangan sampai ketika kita tercatat sebagai orang ber-KTP Indonesia tapi tidak mengerti bahasa sendiri. Banyak hal perlu dilakukan untuk meningkatkan bahasa Indonesia mejadi satu-satunya bahasa pengantar. Namun, ini tidaklah mudah. Mulai dari penyajian standard, pedoman, fasilitas, dan bimbingan dalam tujuan pengembangan kualitas bahasa Indonesia. Meski tidak mudah bukan berarti hal yang mustahil. Yang paling penting adalah kebanggan kita terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.
Salam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
Alhamdulillah, anak Fakultas Bahasa yang diceritain mencerminkan bener2 anak bahasa. tau, cara menyampaikan opini dengan baik tanpa menyakiti pihak mana pun :)
begitulah bahasa,, Ada yang bisa jatuh cinta karena bahasa, ada yang marah karena bahasa, ada juga yang sakit karena bahasa
congSetuju kak.. Bahasa seharusnya menjadi pemersatu kerukunan. Tapi sayangnya degradasi bahasa malah semakin menjadi-jadi.
Mantap!!!
Mantap mantap!
Bahasa..dg segudang makna, ialah jendela dunia, identitas, alat pemersatu..
Posting Komentar