Technology

Pages

Kamis, Oktober 07, 2010

Sepenggal Perjalanan (1 dari 4 bagian)

Oleh: Mufid Masngudi
(Penerima beasiswa pendidikan oleh Kedubes Mesir)



Sudah satu bulan  keberadaanku di kairo. Ada banyak hal baru yang terjadi. Saya berusaha mengumpulkan memori perjalanan ke negeri ini; Negeri dengan sejarah peradapan tinggi; negeri seribu keajaiban, Sekedar ingin mengisi waktu, berbagi pengalaman, mudah-mudahan ada hikmah yang bisa dipetik dari perjalanan ini.

Selasa, 16 Agustus 2010/ 6 Ramadhan 1431 H

Perjalanan saya dimulai dari kota depok. Dari pesantren Baitul Quran. Selepas ashar saya bersiap menuju bandara, setelah melakukan persiapan cukup. Saya berpamitan dengan keluarga besar Baitul Quran. Mulai dari ustad Muslih, yayasan sampai teman teman kami seperjuangan. Sebuah perpisahan yang mengharukan bagi saya. Selama dua tahun terakhir saya menimba ilmu di sini. Waktu yang tidak sebentar hingga meninggalkan banyak kenangan dalam perjalan hidup saya. Ada banyak orang-orang yang sudah seperti oranga tua, teman layaknya seorang saudara.

Hidup bersama keberkahan anak yatim. Lebih berkah lagi karena semuanya adalah para penghafal Al-Quran. Ada sekitar 170 anak yatim dan dhuafa di tampung Baitul Quran. Ditambah 50 orang santri dewasa. Mereka semua dipersiapkan menjadi ahli Quran. Semuanya diasuh melalui tangan lembut seorang syekh bernama DR. Muslih Abdul Karim, MA. Beliau adalah Abul Yatama ( bapaknya anak-anak yatim) begitu orang menyebut. Dengan keikhalasan beliau ratusan anak yatim dari penjuru tanah air dapat terbina. Dari beliau kami belajar tentang keikhlasan, dari beliau kami belajar tentang perjuangan. ”Orang yang baik adalah orang yang bijak dalam menghadapi masalah ". Begitulah salah satu pesan beliau.

Beberapa orang hanya sempat saya pamiti melalui telpon dan sms. Mungkin tak terhitung jumlahnya. Pukul 16.30 kami berangkat menuju bandara. Sepuluh orang santri Baitul Quran ikut mengantar. Ditambah adik kandungku yang secara khusus saya minta untuk ikut mengantar. Kami melalui maghrib dan buka puasa terakhir diperjalanan. Ditengah mendung dan rintik gerimis yang turun.

 Ada lima orang yang rencananya berangkat bersama ke Kairo. Saya, Hendra, dan Lukman. Hendra adalah kawan saya sejak kuliah di An-Nuaimy Jakarta. Sambil menyelesaikan skripsi, kami masuk ke pesantren tahfidz Baitul Quran. Ditengah kesibukan sebagai santri, kami ikut tes penerimaan S2 Al-Azhar. Alhamdulillah lulus. sedang teman saya, Lukman adalah alumni LIPIA jakarta tahun 2009. Berasal dari Bojonegoro Jawa Tengah. Dua hari sebelum keberangkatan sudah bersama kami di Baitul Quran. Dua orang lagi kawan kami, ustad Hamzah dan ustad Gatot berangkat dari rumahnya masing-masing. Sebelumnya ada dua  orang yang sudah berangkat sebelum ramadhan.

Pukul 18.30 kami sampai di bandara. Setelah sholat dan makan malam kami berkumpul sejenak. Memanfaatkan sedikit waktu dengan berfoto bersama. Berbagai gaya dan tingkah diabadikan. Gaya kupu, gaya dada, sampai gaya bebas. (He...he renang kali). Di tengah keceriaan itu, ustad Gatot datang bersama keluarganya. Disusul ustad Hamzah yang datang disertai istrinya.  Tepat pukul 20.00 kami berpamitan.
Kami mengantri bersama puluhan penumpang Kuwait airline. Ini penerbangan luar negeri pertama kami, cukup ribet juga. Untung ada pak Aan yang membantu kami. Beliau adalah agen travel tempat kami memesan tiket. Diantara puluhan penumpang kuwait air ways ternyata ada juga empat orang calon mahasiswa S1 Al-Azhar. Tapi melalui jalur non beasiswa. Tiga orang laki-laki dan seorang perempuan. Keempatnya dari Madura. Kami sempat berkenalan dengan keempat orang tersebut. Tapi hanya dua orang yang masih sempat saya ingat. Lukman dan Sonaji. Karena satu tujuan, maka kami memutuskan untuk bergabung menjadi satu rombongan. Selain itu kami juga memesan tiket pada tempat yang sama.

Setelah hampir dua jam melakukan cek in akhirnya kami diperkenankan masuk ke ruangan tunggu. Sebelum masuk kami menyepakati satu diantara kami untuk menjadi mas'ul safar. Secara mufakat kami memilih ustad Hamzah sebagai mas'ul safar. Dengan pertimbangan beliau paling senior diantara kami berlima. Umurnya sekitar 32 tahun. Lulusan LIPIA Jakarta tahun 2004. Dalam dunia dakwah pengalaman  beliau juga tidak diragukan. Di bawah ustad Hamzah ada ustad Gatot yang lebih muda satu tahun. Beliau Lulusan Pesantren Khusnul Khotimah angkatan kedua. Kawan satu angkatan beliau adalah dosen kami di An nuaimy Jakarta. Sedangkan saya dan Lukman terbilang masih sebaya. Hanya hendra yang paling muda diantara kami.

Di pintu masuk pertama kami harus melewati pemeriksaan fiskal bandara. Alhamdulillah tidak ada masalah. Jauh-jauh hari kami sudah saling mengingatkan untuk membuat kartu NPWP. Kami melewati pintu pemeriksaan selanjutnya. Disini pintu masuk pemeriksaan semakin banyak. Lengkap dengan petugasnya. Saya mendapat giliran masuk pertama. Petugas imigrasi mulai mengecek pasport dan visa. Dia menanyakan tujuan perjalanan kami ke Kairo. Saya jelaskan tujuan kami adalah untuk study. Tapi petugas imigrasi tidak begitu saja  percaya. Kami diminta menunjukan surat keterangan dari  Departemen Agama. Kami kebingungan karena kami memang berangkat tidak melalui Departemen Agama tetapi melalui kedubes Mesir. Sedangkan kedubes tidak memberikan surat pengantar apapun. Satu-satunya bukti hanyalah tulisan yang tertera  pada visa kami yang menyatakan kami adalah penerima beasiswa di Universitas Al-Azhar. Tapi masalahnya tulisan tersebut ditulis dengan bahasa arab sehingga petugas imigrasi tidak bisa membacanya.

Untunglah saya masih menyimpan bukti pengumuman kelulusan beasiswa Azhar yang saya dapat dari internet. Lengkap dengan foto kopi formulir pengajuan visa.     Alhamdulillah dengan bukti tersebut kami diperbolehkan masuk. Kami kembali diperiksa satu demi satu. Kali ini saya berada diurutan terakhir. Di depan saya ada Lukman Hakim. Masalah kembali muncul. Nama Lukman Hakim ternyata masuk dalam daftar cekal. Sehingga dia harus dibawa ke tempat pemeriksaan  khusus. Setelah lima belas menit menunggu akhirnya Lukman diperbolehkan masuk. Ternyata bukan Lukman Hakim teman kami yang dimaksud. Etahlah, mungkin salah satu  koruptor negeri ini, pikirku.

Walaupun sudah bisa masuk, kami belum bisa lega, karena sonaji dan ketiga kawannya masih dalam masalah. Mereka masih harus meyakinkan petugas bandara. Kami tidak bisa membantu apa-apa. Belum lagi petugas maskapai yang meminta kami segera masuk ke pesawat. Saya melihat jam di hp menunjukan pukul 22.40. Dua puluh menit lagi pikirku. Dengan berat hati kami menuju ke pesawat terlebih. Beberapa sms sempat saya kirim ke keluarga dan teman.
Setelah melalui pemeriksaan terkahir akhirnya kami tiba di pintu pesawat. Seorang pramugrari menyapa kami, mengarahkan kami ke tempat duduk sesuai dengan nomor  tempat duduk masing-masing. Saya duduk bersama Lukman. Sedang Hendra duduk bersama ustad Hamzah. Hanya ustad gatot yan terpisah. Ia duduk tepat di belakang saya dan lukman.

Pandanganku menyapu seluruh ruangan pesawat. Satu demi satu wajah saya perhatikan. Mereka tampak asing. Ya mereka kebanyakan memang turis asing. Tapi bukan itu yang saya maksud. Tak satupun dari mereka yang saya kenal. Wajah-wajah indo-arab tampak mendominasi. Beberapa pramugrari tampak mondar-mandir diantara penumpang. "Assalamualaikum, seorang membuyarkan konsentrasiku. Saya hampir tak percaya. Melihat sonaji dan ketiga kawannya tiba-tiba muncul di depanku. "Alhamdulillah, hanya itu yang terucap. Kami tak sempat berbincang lebih lama. Seorang pramugari mengingatkan kami bahwa pesawat sudah  harus lepas landas. Sebuah sms masuk ke nokiaku. Selamat berjuang, semoga Allah senantiasa menyertai langkahmu... akhukumfillah. Ya, ini memang bukan perjalalan biasa. Bukan untuk bersenang-senang tapi sebuah perjuangan. Kumatikan nokiaku.

Penerbangan kami dimulai. Setelah berhasil mengudara saya langsung mengerjakan sholat. Untung posisi duduk saya dan teman-teman berdekatan sehingga masih bisa berjamaah. Setelah itu kami menikmati makan malam pertama. Nasi yang dicampur dengan daging ayam. Alhamdulilah rasa lapar yang sedari tadi kami tahan akhirnya terobati. Sungguh perjalanan yang melelahkan sampai-sampai hanya beberapa menit saja saya langsung tertidur.  

Saya baru terbangun, ketika pesawat transit di Malaysia. beberapa kursi pesawat yang semula kosong sekarang sudah terisi. Wajah-wajah asli melayu sekarang tampak mendominasi pesawat. Bukan hanya dari indonesia. Penumpang dari malaysia pun tak kalah banyak. Diantara mereka adalah mahasiswa Al-Azhar. Hal itu tampak dari jaket yang mereka kenakan. Yang perempuan tampak rapi dengan seragam hitam dan jilbab ungu. Sedangkan yang laki-laki semakin gagah dengan jas dan dasi yang mereka pakai. Dari malaysia perjalanan dilanjutkan.

 bersambung......

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hehhehe......ehmmmm

Iqbal Kharisyie mengatakan...

Ne mas'mufid ya..
gmana kbar'ya?