Mana ya si Lola? Susah kali nemuin tuh orang. Maklum ya. Kalau nyari Ardy mah enak karena cowok di jurusan ini bisa dihitung dengan jari. Nah, ceweknya. Alamak. 5:1. Menang telak untuk para cewek.
Hm, sebenarnya hal itu sedikit memberi berita gembira. Semoga saja cewek-cewek itu bakal ada yang melirikku. Yah, untuk seorang yang tampangnya pas-pasan kayak aku mah susah kalo harus berebut cewek. Pasti bakal langsung di tendang ke laut. Oke, kalo kondisinya seperti ini masih ada harapan. Paling nantinya satu kelas bakal cuma ada beberapa makhluk bernama cowok.
Masih kucari Lola. Menyapu ruang perpustakaan satu-persatu dan nggak ketemu. Ah, mungkin masih di kamar mandi, pikirku. Tiba-tiba pikiran sehatku sadar dan bertanya terhadap diriku sendiri. Kenapa harus Lola?
Aku bingung sendiri menjawabnya. Iya, kenapa harus Lola? Wah- wah, harus ketemu jawabnya nih. Jangan sampai ini bakal jadi gosip.
"Pikir baik-baik, Iqbal! Lagian kenapa harus nyebut nama Lola? Dasar bahlul. Kamu sendiri yang nyari perkara." Aduh, pusing!
Mungkin bakal aku temuka jawabnya kalau mengundurkan cerita ini lagi. Maaf nih. Ini bakal jadi flashback terakhir.
***
"Kok belum buka sekretariatnya? Gimana bisa tau perlengkapan apa aja yang harus dibawa waktu MPA." aku merutuk pada diri sendiri. Hal yang akhirnya kusadari bahwa itu sia-sia. Kutunggu saja di sini, batinku sembari mendudukkan pantatku di tempat duduk di depan ruang BEM.
Selewat beberapa menit datang seorang cowok. Agak putih, kurus, tapi kalau aku boleh menilai (jangan kira aku maho ya), dia ganteng. Pasti beberapa bulan ke depan dia bakal dapat cewek paling bohay di kanpus ini. Paling tidak pasti ada yang menaruh hati padanya sejak pandangan pertama. Penilaianku sendiri yang juga membuat aku sedih. DIA LEBIH GANTENG DARIKU. Hiks!
Dia berjalan mendekatiku. Haha. Mungkin kalo aku cewek bayanganku seperti ini (ni misal aku cewek lho):
Aku membenarkan rambutku. Menyelipkan beberapa helai yang tergerai di atas kupingku. Senyum terbaikku ku-design paling menawan dan menyapanya terlebih dahulu dengan kalimat, "Hai, anak BEM ya? Kok sekretariatnya belum buka ya? Boleh nanya ma kakak aja atau minta no kakak aja soalnya aku nggak bisa lama."
Cukup! Jangan diteruskan. Nanti malah jadi gosip lagi. Yang tentang Lola aja belum ketemu jawabnya. Bisa-bisa berabe. Pokoknya itu saja bayangan gilaku.
Cowok itu mendekatiku dan memberikan telapak tangannya padaku, "Gua Ardy. Lu?"
"Aku Iqbal," jawabku. "Anak BEM ya? Kok belum buka ya sekretariatnya?" tanyaku tanpa basa-basi. Kalo benar dia anak BEM kan siapa tau bisa langsung dibuka pintu ruang BEM-nya.
"Anak BEM? Nggak salah? Gua mahasiswa baru. Gua malah mikir Lu yang anak BEM atau kakak tingkat gua soalnya..." Ardy menggantung kalimatnya.
"Soalnya kenapa?" kejarku.
"Soalnyaaa... tampang Lu tua banget."
Sial! Lagi-lagi wajahku yang jadi ukuran. Benar-benar sial. Tapi, memang bener sih. Aku kan memang tak lagi muda dan tampangku juga awet TUA. Aku tak bisa menyalahkan takdir.
Bagaimana kisah selanjutnya? Dan apa alasan mengapa Lola? Wah, kalian bakal nggak boleh ketinggalan di cerita selanjutnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
6 komentar:
Tinggalin comment'nya ya!!!
sumpah, aku ngakak pas bagian ketemu Ardy. gimana ya, kalo mas Iqbal jadi cewe???
hahaha. will it be better or worse???
worse, i guess
hahaha...
aku aja ngakak ndiri kalo mbayangin ntu...
*gmana ya?
selama ini mas iqbal ternyata menaruh hati pada ardy, wuahahahahaha
"putih" ???
ngeledek ini sih .
jgn mikir yang nggak nggak ...
hanya kami yang tau se intim apa kami berdua ..
hoho ..
Walah, Lu malah bikin gosip yg nggak2, Dy...
*suka gag ya aku?
Posting Komentar