Technology

Pages

Sabtu, Mei 05, 2012

Pereduksian Makna Prioritas

Akhir-akhir ini saya merasakan sebuah dilema dengan semangat berorganisasi saya yang telah disuntikkan oleh kakak saya sejak dulu. Banyak hal terpikirkan dan banyak kenyataan terjadi dan membuat saya semakin bimbang.

Maghrib ini, seorang kawan dalam sebuah pergerakan menanyakan, "kok mau sih di BEM?" tanyanya. Kebetulan ada dua ketua BEM di tempat itu. Kemudian pertanyaan itu justru saya tanyakan kepada kawan saya yang sama-sama ketua BEM. "Soalnya udah nggak ada orang lagi," jawabnya. Kemudian terpikirkan jawaban yang sama, "nggak ada orang," kata saya, "yang lebih tua dari saya," bercanda. Tapi, sesungguhnya pertanyaan itu terbawa sampai akhirnya saya korelasikan dengan berbagai kejadian yang membuat saya dilema akhir-akhir ini (maaf, lebay).

Kejadian pertama ketika ada salah satu kawan Badan Pengurus Harian (BPH) di BEM saya terpilih menjadi Komandan Basis. Muncul berbagai ketakutan-ketakutan dengan pertanyaan bagaimana dia bisa menyeimbangkan keduanya, sedang keduanya menempati dua posisi yang penting: komandan Basis dan Kepala Departemen Advokasi BEM. Waktu saya menanggapi dengan santai, "kan belum kejadian. Tolong percaya dulu dan beri dukungan." Kemudian jawaban saya ternyata disimpulkan bahwa saya tidak mendengarkan ketakutan (langkah antisipasi). Padahal, menurut saya memang buat mempermasalahkan yang belum kejadian. Kalau saya menanyakan ulang, "bagaimana kalau dia bisa seimbang?" Pasti tak ada jawaban pasti karena memang semuanya belum terjadi.

Dalam buku fiqih prioritas dijelaskan bahwa ketika ada beberapa kegiatan berlangsung di waktu yang sama maka lakukanlah perbandingan menggunakan 4 prinsip yang perlu diperhatikan dalam memilih urusan yang terjadi di waktu yang sama itu. Apakah (1) urusan itu penting dan mendesak, (2) urusan itu mendesak tapi tidak penting, (3) urusan itu penting dan tidak mendesak, atau (4) urusan itu tidak penting dan tidak mendesak. Nah, inilah yang harusnya menjadi ukuran apakah kita harus meninggalkan sebuah acara atau tidak. Prioritas itu bukan dinilai bahwa kita HARUS tetap tinggal di sebuah acara padahal ketika kita tidak hadir acara itu bisa berjalan. Tapi nilailah dari penting dan tidaknya keberadaan kita di tempat itu. Contoh, ada acara A dan B berlangsung di waktu yang sama. Acara A memang penting dan ketika kita tinggalkan maka acara itu tidak bakal berjalan, sedang acara B ketika kita berada di situ ataupun tidak, ternyata tidak terlalu berpengaruh dengan berlangsungnya acara tadi. Maka, sudah seharusnya kita memilih acara A, meski kita adalah bagian yang biasanya menjadi kepala dari acara yang B.

Mengambil sebuah analogi kamera. Ketika sebuah kamera telah diatur hanya fokus pada sebuah objek lalu apakah objek yang lain tidak terlihat sama sekali? Artinya, fokus itu bukan berarti juga harus meninggalkan kewajiban kita yang lain tapi intensitasnya memang harus dikurangi. Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang kita miliki, begitu kata Hasan Al-Banna. Kualitas keberadaan kita yang jadi intinya. Jangan jadi orang yang ketika ada dia tidak menggenapkan dan ketika tidak ada tapi tidak mengganjilkan (ada tidaknya tidak berpengaruh apapun). Itulah yang akhirnya saya katakan sebagai pereduksian makna prioritas.

Amanah adalah cara Allah menjaga saya. Ketika banyak waktu kita yang kosong maka bakal banyak godaan buat melakukan dosa.

Sekarang memang pahamnya sudah berganti, yaitu paham komunitas. Ketika kita telah masuk di sebuah komunitas kita terlalu cinta dengan komunitas itu dan tidak membiarkan salah satu anggota komunitas itu untuk ikut di komunitas lain. Rasullulah saja sebagai pemimpin negara, pemimpin perang, pemimpin keluarga dan dia bisa saja meninggalkan keluarganya jika memang dia benar-benar dibutuhkan di medan perang. Begitu juga sebaliknya.

Bagi saya, hidup di sebuah komunitas (organisasi red.) bukan cuma komitmen saja yang dibutuhkan tapi jangan pernah berburuk sangka, dan toleransilah.

Wallahu a'lam. Hanya Allah yang Maha Benar dan Maha Tahu Mana Yang Benar.

*bersambung

0 komentar: