Technology

Pages

Rabu, November 09, 2011

Mudik. Lagi

Selepas rapat evaluasi PKMJ yang agak tergesa, saya bersama dua orang kawan SMA meninggalkan Jakarta untuk kembali ke kampung halaman, Lampung. Seorang bernama Yusuf, yang satu jurusan di UNJ, dan seorang lagi Yoga, mahasiswa STIS. Rencananya sih kita mau brngkat setelah maghrib. Tapi, karena beberapa hal akhirnya kami baru bertolak dari kosan Yusuf jam setengah sembilan.

Perjalanan kami dimulai dengan busway. Bermula di shelter UNJ kami bertiga mendapat tempat duduk yang nyaman. Oke, perjalanan dari shelter UNJ sampai Matraman memang nyaman. Tapi, ketika transit dan berjalan ke tujuan Kampung Melayu, kami tak ada yang mendapat tempat duduk sama sekali.

Di saat itulah kondisiku mulai terasa lebih parah. Perutku mulai melilit. Well, FYI, sebelum berangkat pun perutku memang sedang sakit. Tapi, tidak separah saat tadi, ketika naik busway tujuan Kampung Melayu.
Ah, aku mencoba menghibur diri; kalo rejeki nggak akan kemana.

Dan rejeki itu ternyata belum bisa saya dapatkan setelahnya.

Dari shelter Matraman kami berniat turun di Kampung Melayu. Sayangnya, kami naik busway jurusan PGC sehingga memaksa kami transit di shelter Bidara Cina.

Saya kemudian memberi ide, "kita balik lagi aja terus naik lagi dari shelter Kampung Melayu. Kan di shelter pertama tuh. Biar bisa duduk." Yoga sebagai leader perjalanan mengiyakan. Maka, kami balik lagi ke shelter Kampung Melayu. Dan tragisnya rencana kami gagal. Lebih tepatnya saya yang gagal. Saya tidak mendapat tempat duduk, saudara-saudara.

Sebelumnya, saya dan Yoga sempat mengatur strategi. Kami menunggu di pintu masuk depan.

"Lu langsung fokus ke kanan aja. Cari tempat duduk di bagian tengah," saran Yoga.

"Aku ke depan aja. Yang deket supir."

"Awas nggak kebagian tempat. Bagian depan kan cuma beberapa doang." belum selesai mengatur strategi, busway yang kami tunggu datang. Kami bertiga bersiap.
"Pokoknya harus dapat tempat duduk." doaku. Dan...

Kami bertiga masuk. Dorong-dorongan terjadi. Yusuf dan Yoga di depan saya. Yusuf ke bagian depan dan Yoga ke tempat duduk bagian tengah.

Yoga dapat tempat, Yusuf juga. Kemudian di samping Yusuf masig tersisa 1 bangku yang kosong.

Tinggal satu langkah ketika tiba-tiba dari sebelah kiriku seorang bapak gemuk menerobos dan mendorong pelan tubuhku. Sedetik kemudian bapak itu pongah sambil memeluk tasnya duduk di samping Yusuf. Kusapu pandangan dan tak ada lagi bangku tersisa.

Perjalanan berlanjut. Dari satu shelter ke shelter yang lain dan aku merasa orang paling TAK beruntung di dalam busway itu. Gini, sudah kuceritakan bahwa pada waktu itu kondisi memang tidak fit. Penyakit perutku yang seringkali melilit kambuh. Memang tidak separah biasanya namun cukup membuatku hampir kayak orang mau mati (astaghfirullah). Ketika baru naik dari shelter Kampung Melayu busway tidaklah terlalu penuh. Masih ada celah buat bergerak dan berpindah posisi. Nah, ketika bus berhenti di shelter Bidara Cina keadaan tak bisa dikendalikan. Lagi-lagi seperti de-javu, penumpang di bus itu ibarat kerupuk yang dimasukkan ke dalam sebuah plastik. Sampai benar-benar tak ada space buat bergerak. Oke, jangan anggep saya sebagai lelaki nggak kuat ya. Memang, aku hampir pingsan saat itu. Bayangkan, di tengah kondisi badan yang kurang fit, saya harus berada di situasi seperti itu. Dan belum selesai sampai disitu.

Entah, ada berapa shelter dari Kampung Melayu sampai shelter Kampung Rambutan. Yang paling tak saya sukai adalah ketika bus merayap di daerah sebelum Kramat Jati. Busyet. Udah sempit-sempitan kayak kerupuk, perut melilit, kepala mulai pusing (yang ini tambahan aja. biar lebih dramatis) ditambah macet lagi. Saya kurang tahu pasti berapa lama. Tapi, saya yakin lebih dari tiga puluh menit waktuku habis dan ketidaknyamananku sungguh terasa di daerah sekitar "pasar yang membuat macet" itu.

Akhirnya, ketika sampai di terminal Kampung Rambutan aku sempat berpikir untuk tak melanjutkan perjalanan itu. Sedikit nggak terima ketika ada yang nyeletuk, "mau jadi superhero sih." Mungkin dia pikir saya dengan senang hati merelakan tempat duduk saya kali. Huft.

0 komentar: