"Oh, itu. Udah biasa mah kalo orang yg ketemu sama aku ya ngira kalo aku 'mala', mahasiswa lama." aku menjawab pernyataan Ardy sedikit becanda tapi melihat ekspresi mukanya yang biasa aja pasti becandaan itu gayus.. eh jayus baginya.
"Ngambil apa? Sastra atau pendidikan?" tanyanya.
"Pendidikan. Kamu?
"Sama. Gua juga pendidikan."
Timing setelah itulah yang mungkin bisa menjawab mengapa harus Lola. Datang seorang cowok ikal sedikit pendek mendatangi kami.
"Belum buka ya sekretariatnya?"
"Nggak bisa liat sendiri apa?" mungkin ini ada di pikiran Ardy. Haha. Ngeles. Sebenarnya aku yang berpikir seperti itu.
"Tau tuh. Kita aja bingung." jawab Ardy.
"Oya, gua Riyan. Jangan lupa pake huruf 't' di belakang. R-I-Y-A-N-T.."
"Gua Ardy." Mereka berjabat tangan. Kemudian pandangan Riyant beralih memandangku.
"Lu kakaknya Ardy?" Hah, lagi-lagi. Pusing nih jadinya kalo punya muka tua.
Kupaksakan tersenyum juga dan menjabat tangan Riyant. "Iqbal. Mahasiswa baru juga kok."
"Ah, Mas lucu. Bisa juga 'udah dewasa' masih becanda." Riyant sengaja menekan kata udah dewasa yang pasti maksud sebenarnya adalah TUA. Sabar-sabar ya, batinku.
"Terserah deh." kataku akhirnya. Akhirnya, waktunya aku harus cerita mengapa Lola. Saat aku, Ardy, dan Riyant ngobrol masalah MPA Lola datang membawa pesonanya sendiri. Di pandanganku Lola dateng pake slow motion dengan soundtrack "Pandangan pertama".
Pandangan pertama
awal melihat setan...
Ups! Bukan yang itu. Oke, nggak usah pake soundtrack. Yang jelas aku merasa beruntung dan mungkin mereka berdua merasakan hal yang sama karena dari tadi cuma kita bertiga yang di sini. Nggak ada cewek sama sekali.
"Hei, gua Lola. Kalian mahasiswa baru juga kan?" Lola bertanya sambil memandang kami. Oh, tidak. Bukan kami tapi mereka berdua. Tidak kepadaku. Aku langsung berpikir bahwa Lola pasti menganggap aku kakak tingkat atau sama seperti perkiraan Riyant, kakak Ardy, dan semoga dia ngga menganggap aku BAPAK salah satu dari Riyant dan Ardy.
"Iya, kita mahasiswa baru juga. Ini lagi nungguin BEM buka." aku berinisiatif menjawab pertanyaan Lola agar ia tahu aku juga mahasiswa baru.
"Oh," jawabnya singkat.
"Lola, gua Riyant. Ini Ardy dan ini Iqbal." Riyant memperkenalkan kami seperti seorang juru bicara dalam lomba cerdas cermat.
Kamipun ngobrol sambil menunggu kebiasaan orang Indonesia yang sudah menjangkiti makhluk bernama 'mahasiswa' juga. Di tengah-tengah obrolan seorang perempuan datang tergopoh-gopoh. Perempuan berkacamata yang akhirnya di masa yang akan datang kami tahu wajahnya sedikit mirip dengan salah satu Dosen Listeningku.
"Udah lama nunggu? Sorry ya. Bentar gue telpon temen gue yang biasa bawa kunci."
Oke. Maaf, temen-temen juga harus ikut menunggu siapa orang yang bawa kunci. Cerita selanjutnya (semoga) bakal lebih menarik. Jangan sampai ketinggalan ya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
6 komentar:
pasti yang bawa kunci itu kak rani. bener ga?
yg bawa kunci ya si Tomy...
kan dia yang tukang kunci...
haha..
yg bawa kunci.......
hmmmmm
hahahaha, mantab, lanjutkan!!
coooool masbal haha keren2 membuat rindu masa2 jadi maba haha. good job!
kewwwwwl masbal haha keren keren. bikin pengen jadi maba lagi haha. good job !
Posting Komentar